Rabu, 29 Agustus 2012

Anak Tidak Bahagia Lebih Materialistis


Anak-anak yang bahagia akan tumbuh menjadi anak yang mampu menjalani hidupnya dengan percaya diri. Untuk membentuk anak yang bahagia, pastikan kebutuhan fisik dan psikisnya terpenuhi, termasuk perhatian dari orangtuanya. Anak-anak yang kurang diperhatikan oleh orangtua mereka akan merasa tidak bahagia dan cenderung menjadi materialistis. 

Karena jarang ditemani oleh orangtuanya, biasanya anak akan lebih banyak menghabiskan waktunya di depan televisi. Padahal, anak bisa menjadi materialis terlebih bila keseharian mereka akrab dengan televisi. Iklan-iklan produk di televisi dinilai mengajarkan kepada anak-anak bahwa memiliki suatu barang adalah cara termudah untuk meningkatkan kebahagiaan.

Sebuah riset menjelaskan, anak-anak yang cenderung materialis percaya bahwa lewat benda dan produk-produklah kebahagiaan dan kesuksesan bisa diraih. "Iklan di televisi adalah penghasut. Anak-anak yang kurang puas dalam kehidupan mereka berubah menjadi meterialistis dari waktu ke waktu," kata Suzanna Opree, pimpinan riset.

Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Jurusan Komunikasi Universitas Amsterdam menemukan data signifikan.  Sebanyak 466 anak-anak sebagai responden berpartisipasi pada survei online yang dimulai pada bulan Oktober 2006 dan Oktober 2007. 

Dalam survei, anak-anak diminta menanggapi ukuran materialisme, misalnya seberapa ingin mereka terhadap barang-barang atau produk yang dimiliki anak lainnya. Ukuran kebahagiaan anak-anak juga dinilai, mulai dari kehidupannya, rumah, orang tua, teman, sekolah, dan diri mereka sendiri.

Terkait iklan di televisi, anak-anak ini diminta menjawab seberapa sering mereka menonton televisi, dimana banyak produk iklan tampil dalam acara anak-anak. Kata para peneliti, anak-anak umumnya mudah tertarik karena bombardir iklan di televisi.

"Jumlah anak menonton televisi bervariasi jumlahnya. Di Inggris berdasar penelitian tahun 2007 ada 10.000. Di Amerika menurus studi tahun 2001 ada 40.000 anak," kata Opree.

Ia mengatakan ini bukanlah kasus ketidakpuasan akan acara televisi untuk anak-anak. Tetapi, anak-anak yang tidak bahagia hidupnya akan sangat rentan terhadap iklan dan mempengaruhi hidupnya ketika dewasa. 

Peneliti menyarankan orangtua agar berfokus menciptakan sumber-sumber kebahagiaan bagi anaknya. Hal tersebut bisa diciptakan lewat cinta, persahabatan, permainan, dan sikap tidak materialis. Tentu saja orangtua harus memberi contoh dan tindakan nyata karena anak belajar dari Anda, orangtuanya.

Marta Flaum, seorang psikolog anak di Chappaqua, New York, menilai penelitian ini sangat baik karena mengajarkan anak menjadi konsumen yang bijaksana dan kritis. Masalahnya, akan sangat terlambat ketika hal ini diterapkan untuk anak usia 8 - 10 tahun. 

"Rasanya terlambat menyuruh mereka mematikan televisi dan mengganti dengan aktivitas lain," ujarnya.

Cara mengatasi paling dini, ujar Flaum, dimulai ketika anak masih balita. Penanaman ini diajarkan lewat kebiasaan membantu orang lain dalam keluarga. Anak-anak kecil mungkin belum tahu apa manfaatnya dari membantu orang lain. Tapi, dengan cara ini mereka bisa menghabiskan waktu bersama orang tua dan ketika dewasa bisa terbangun rasa percaya diri dan kontrol yang baik. Intervensi dini ini bisa mencegah siklus ketidakbahagiaan anak-anak. 

Opree mengatakan, timnya memang belum menemukan efek panjang dari pengaruh iklan di televisi terhadap sifat materialis anak-anak setelah satu tahun. Namun, besar kemungkinan materialisme pada anak-anak menyebabkan ketidakpuasan hidup di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar